Kamis, 19 April 2012

Keunikan Buah Kakao

Buah kakao merupakan tanaman yang sangat menguntungkan sekali baik bagi petani, pengusaha, pedagang, bahkan pemerintah sekalipun. seperti yang telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya mengenai manfaat yang begitu banyak dari buah kakao ini, dimana ia merupakan bahan baku cokelat yang sangat terkenal dalama industri makanan dan minuman. disisilain kakao juga merupakan objek penelitian bagai kalangan industri, institusi pemerintah, maupun perorangan. selain dari rasanya yang sangat enak dan kaya akan manfaat kesehatan buah kakao juga memiliki sisilain yang sangat menarik sekali untuk dikaji lebih dalam, misalnya kulit biji buah kakao telah diketahui mengandung glutamin, mineral dan hormon-hormon yang membantu proses tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman. sehingga tak heran kalo akhir-akhir ini kulit buah kakao yang dulu dianggap sampah tak berguna, menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Kalo berbicara kakao emang tak ada habisnya baik kulit, buah, biji, samapi pohonya juga. kalo kita pada suatu hari nanti berkesempatan untuk berkunjung ke perkebunan kakao jangan heran kalo dalam satu pohon ada beberapa warna buah yang berbeda antara tangkai yang satu dengan tangkai lainya. hal ini diakrenakan selain faktor genetik, alam, juga sengaja dibuat oleh para petani kakao baik secara konvensional ataupun modern. selain itu juga buah kakao antara negara ataupun daerah walaupun jenis dan klonya sama biasanya memiliki kualitas yang berbeda baik dari segi keasaman, kandungan lemak, jua berpenagruh terhadap kandungan metabolit sekunder yang ada didalamnya. hal tersebut kemungkinan besar karena proses adapatasi buah kakao terhadap lingkungan sekitarnya berbeda-beda.

Minggu, 22 Januari 2012

poster oke

Minggu, 02 Oktober 2011

Mikroorganisme pada Proses Fermentasi Biji Kakao

Mikroorganisme pada Proses Fermentasi Biji Kakao
          Secara umum mikroorganisme yang tumbuh pada pulp dan memegang peranan penting dalam proses fermentasi biji kakao adalah ragi dan bakteri. Jenis ragi yang tumbuh pada fermentasi kakao berbeda-beda tergantung pada faktor geografis, waktu fermentasi dan varietas kakao yang diolah. Populasi mikroba yang tumbuh selama proses fermentasi yaitu ragi, bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat (Schwan et al., 1995).
1. Ragi
          Jenis ragi yang sering ditemukan adalah Saccharomyces cerevisiae, Elipsoideus, Saccharomyces sp., Picjia fermentans, Torulopsis sp., Koeckera spiculata, dan  Hansenula anomal I. Ragi ini menyebabkan proses fermentasi alkohol serta menghasilkan karbondioksida dan panas, selain itu juga berfungsi melepaskan pulp (Away, 1989).
          Kegiatan ragi dominan pada 24 jam pertama, kadar alkohol maksimum yang dapat dicapai sekitar 3,7%. Dengan meningkatnya kadar alkohol yang dihasilkan maka jumlah ragi akan menurun karena pertumbuhannya dihambat oleh alkohol yang bersifat sebagai desinfektan. Setelah 48 jam fermentasi dapat dikatakan tidak terdapat lagi ragi (Nurhidayat, 1984).
            Dalam proses fermentasi, Schwan et al. (1997), Jespersen et al. (2005), dan Galvez (2006) menekankan pentingnya populasi jamur yang akan membantu mendegradasi pulp dengan bantuan enzim pektinolitik. Ardhana & Fleet (2003) memiliki kesimpulan tambahan, bahwa khusus proses fermentasi di Indonesia, fungi berfilamen (ragi) diduga memiliki kontribusi yang juga signifikan dalam proses fermentasi kakao.
          Genus yang pertama disebutkan berperan dalam proses konversi sukrosa, glukosa, dan fruktosa pada pulp menjadi etanol, serta menyediakan alkohol untuk dimanfaatkan oleh bakteri asam asetat (Ardhana & Fleet, 2003).
Tabel 1. Ragi yang diisolasi dari fermentasi biji kakao di empat negara (Schwan                               &Wheals, 2004).


Brazil
Ghana
Malaysia
Belize
Candida bombi
Candida spp
Candida spp
Candida spp
Candida pelliculosa
Hansenula spp
Debaryomyces spp
C. boidinii
Candida rugospelliculosa
Kloeckera spp
Hanseniaspora spp
C. cacoai
Kloeckera apiculata
Pichia spp
Kloeckera spp
C. guilliermondii
Kluyveromyces marsiamus
Saccharomyces spp
Rhodotorula spp
C. intermedia
Kluyveromyces thermotolerans
Saccharomycopsis spp
Saccharomyces spp
C. krusei
S. cerevisiae var. chevalieri
Schizosaccharomyces spp
Torulopsis spp
Kloeckera apis
S. cerevisiae
Torulopsis spp

S. cerevisiae
Torulaspora pretoriensis


S. chevalieri

2. Bakteri asam laktat (BAL)
 Bakteri asam laktat tumbuh pada 36 jam setelah puncak produksi etanol, dimana populasi ragi menurun. Puncak produksi asam laktat terjadi pada hari kedua (Ostovar & Keeney, 1973).  
          Jenis bakteri asam laktat yang sering ditemukan dalam fermentasi kakao adalah L. fermentum, L. plantarum, L. lactis, L. mesenteroides, L. cellobiosus dan Lactococcus (Streptococcus) lactis (Passos et al, 1984 ). L. plantarum  dan L. cellobiosus merupakan spesies bakteri asam laktat yang ditemukan di Indonesia selama proses fermentasi kakao (Ardhana, 1990).

Tabel 2.  Bakteri asam laktat yang diisolasi dari fermentasi biji kakao di empat                        negara (Schwan &Wheals, 2004).


Brazil
Ghana
Malaysia
Belize
Acetobacter aceti subsp. Liquefaciens
A. peroxydans
Gluconobacter oxydans subps. Suboxydans
A. ascendens
A. xylinum
G. oxydans
A. lovaniensis
A. xylinum
G. oxydans
Acetobacter spp.
G. oxydans
         

3. Bakteri asam asetat (BAA)
Setelah banyak pulp yang dimetabolisme dan kondisi menjadi aerobik. Populasi BAL menurun dan populasi BAA meningkat seiring dengan meningkatnya aerasi. Dua genus BAA adalah Acetobacter dan Gluconobacter yang telah diisolasi dari biji kakao. Acetobacter lebih sering muncul daripada Gluconobacter. Populasi BAA meningkat 80-90% dari total mikroflora setelah 2 hari fermentasi. . Dengan adanya bakteri asam asetat maka, maka alkohol diubah menjadi asam asetat, air, dan menyebabkan kenaikan suhu pada biji 45o-50oC. Setelah semua etanol dioksidasi, suhu pada biji menurun drastis. Asam asetat pada saat fermentasi berfungsi mematikan embrio pada biji (Thompson et al., 2001; Nurhidayat, 1984).

Tabel 3.  Bakteri asam asetat yang diisolasi dari fermentasi biji kakao di empat   negara (Schwan &Wheals, 2004).


Brazil
Ghana
Malaysia
Belgia
A. peroxydans
A. rancens
A. rancens
Acetobacter spp
Gluconobacter oxydans subsp. suboxydans
A. xylinum
A. xylinum

Acetobacter pasteurianus
A. ascendens
A. lovaniensis
Gluconobacter oxydans

Gluconobacter oxydans
Gluconobacter oxydans


Sabtu, 01 Oktober 2011

Pengolahan Kakao


          Beberapa faktor penyebab mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu (Kadin, 2007). Sehingga menyebabkan harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain, padahal Indonesia merupakan Negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia.
Tabel 2.3 Negara–negara penghasil kakao terbesar dunia dalam satuan persen hingga tahun 2007 (ICCO, 2004 ; Suryani & Zulfebriansyah, 2007).


No.
Negara
Tahun
2001
2004
2007
1.
Pantai Gading
44.2
38.3
38.3
2.
Ghana
11.9
18.6
20.2
3.
Indonesia
15.9
14.3
13.6
4.
Kamerun
4.6
4.5
5.1
5.
Nigeria
6.4
5.5
4.9
6.
Brazil
4.3
5.5
4.9
7.
Ekuador
2.8
2.8
3.1
8.
Lainya
9.8
10.2
10.4

             Dari data tersebut terlihat jelas konsistensi Indonesia sebagai negara pengahsil kakao terbesar, oleh karena itu perlu strategi yang tepat pada  proses pengolahan biji kakao, sehingga menghasilkan biji yang berkualitas baik. Beberapa tahapan pengolahan kakao meliputi, pemeraman buah, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, sortasi biji, pengemasan dan penyimpanan biji (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian, 2007).

Rabu, 28 September 2011

Kakao

2.1     Tanaman Kakao
2.1.1  Sejarah kakao
Buah Kakao
          Kakao (T. cacao) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua menemukan dan membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).

2.1.2  Taksonomi kakao
Kakao merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan perennial berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 8-10 m. Pohon kakao dapat tumbuh pada daerah-daerah yang berada pada 10°C LS, dengan curah hujan 1-5 L/mm2 per tahun, dengan temperatur 18-32°C. (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).
     Klasifikasi ilmiah kakao antara lain:
Dunia              : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Sub kelas         : Dialypetaleae
Bangsa            : Malvales
Suku                : Sterculiaceae
Marga              : Theobroma
Jenis                : Theobroma cacao L.
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).
2.2     Manfaat Kakao
          Kakao adalah bahan baku dari cokelat , dimana cokelat mengandung jumlah lemak dan gula yang tinggi, namun telah dilaporkan dapat memberikan kontribusi positif untuk kesehatan karena mengandung antioksidan dan flavonoid seperti katekin, epikatekin, prosianidin serta polifenol yang  membantu  kesehatan vaskular, mencegah penuaan dini, membangkitkan mood , meningkatkan fungsi pembuluh darah, melindungi sel darah merah dari lisis dan kerusakan oksidatif yang erat hubungannya dengan aktivitas antioksidan yang tinggi (Engler et al., 2004; Kusumaningtiyas, 2008; Wanti, 2008).

2.3     Karakterisasi Tanaman Kakao
2.3.1 Klasifikasi tanaman kakao (T. cacao)
          Klasifikasi tanaman kakao yang bijinya dapat dimanfaatkan menjadi cokelat terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
a)      Criollo
         Criollo berasal dari daerah Amerika Tengah, Kepulauan Karibia, dan sebagian kecil bagian utara Amerika Selatan. Keunggulannya terletak pada kompleksitas rasa namun lembut dengan rasa cokelat klasik yang rendah, tetapi sangat kaya pada secondary note dengan jejak yang bertahan lama di mulut. Sayangnya, criollo kini sudah sangat sulit ditemukan dan hanya menghasilkan buah yang sedikit jumlahnya. Kalaupun ada, harganya sangat mahal di pasar kakao (Prihantoro, 2008).
b)      Forastero
          Forastero dapat dikatakan sebagai pohon kakao industri. Karena lebih tahan akan tuntutan lingkungan sekitarnya, jenis ini sangat mudah ditemukan diberbagai negara yang memiliki iklim tropis. Selain itu varietas ini sangat produktif menghasilkan buah kakao. Hanya saja, kualitasnya kalah dibandingkan dengan criollo. Bijinya memiliki karakter rasa khas cokelat sangat kuat (Reyhan, 2008). Forastero secara fisik memiliki ciri kulit berwarna hijau pada saat muda dan kuning pada saat matang dengan kulit yang tebal, serta menghasilkan biji cokelat yang mutunya sedang atau dikenal juga sebagai ordinary cocoa (Wanti, 2008).
c)      Trinitario
      Trinitario adalah perkawinan criollo dan forastero yang terjadi secara alami. Jenis ini memiliki “kekuatan fisik” forastero dan inner beauty dari criollo. Nama trinitario diberikan  karena tanaman ini berasal dari Trinidad (Reyhan, 2008). Warna buah kakao pada dasarnya ada dua macam, yaitu (Smanda, 2008):            -buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi berwarna kuning
            -buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi oranye
2.3.2 Komposisi kimia biji kakao
Biji Kakao
Pada biji kakao terdapat karbohidrat misalnya pati, rafinosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa. Serat pangan yang terdapat di dalam biji antara lain pentosan, galaktan, dan selulosa. Karbohidrat bersama-sama dengan asam amino berkontribusi pada pengembangan flavor melalui degradasi gula saat proses pemanasan (reaksi Maillard). Asam amino yang terdapat dalam biji kakao misalnya asam aspartat, glisin dan lisin. Secara umum kandungan kimia buah kakao terlihat pada Tabel 2.1 (Minifie, 1999).
Menurut Misnawi et al. (2002), biji kakao yang difermentasi mengandung kadar polifenol sekitar 50-100 g/kg, sedangkan biji kakao non fermentasi mengandung polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao fermentasi, yaitu sekitar 120-180 g/kg. Keberadaan polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif terhadap citarasa, berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat pembentukan komponen-komponen aroma selama proses penyangraian biji kakao (Misnawi et al., 2004).
Tabel 2.1 Komponen dan komposisi biji kakao (Law et al., 2009)
Komponen
Komposisi (%)
Pulp
Air
80- 87
Gula
10-13
Pentosa
2-3
Asam sitrat
1-2
Garam
7-10
Kotiledon
Air
32-39
Selulosa
2-3
Pati
4-6
Pentose
4-6
Sukrosa
2-3
Lemak
30-32
Protein
8-10
Teobromin
2-3
Kafein
1
Asam
1
Polifenol
5-6

            Sejumlah polifenol golongan flavonoid terdapat dalam biji kakao, termasuk di dalamnya katekin, epikatekin dan antosianin (Minifie, 1999). Flavonoid adalah komponen yang memiliki berat molekul rendah, dan pada dasarnya adalah phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzena (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin ”C” (Middleton et al ., 2000). Hal ini dipertegas lagi oleh Miean dan Mohamed (2001) bahwa struktur flavonoid adalah rangkaian cincin karbon CCC. Struktur inilah yang membuat senyawa fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut organik atau air (Kusumaningtiyas, 2008).

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons